Komprehensif Memahami Standar Akuntansi Pemerintahan

standar akuntansi pemerintahan
Pada tahun 2015 lalu seluruh instansi pemerintah Indonesia memasuki babak baru dengan menerapkan standar akuntansi berbasis akrual penuh. Apakah Anda tahu apa sesungguhnya arti dari standar akuntansi? Apakah Anda cukup familiar dengan istilah tersebut? Bagi para akuntan, auditor, penyusun laporan keuangan atau mahasiswa akuntansi, istilah itu mungkin cukup dimengerti dan tidak asing lagi. Bagi yang belum sempat paham atau sudah lupa, mari kita lihat bersama-sama istilah itu dalam bingkai akuntansi pemerintahan Indonesia.

Arti Standar Akuntansi Pemerintahan

Bila dirunut, sesungguhnya standar akuntansi bermula dari akuntansi itu sendiri. Akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pemerintah, berguna untuk menyediakan informasi keuangan kepada berbagai pengguna laporan keuangan seperti DPR, masyarakat, auditor eksternal (BPK), dan manajemen instansi pemerintah itu sendiri. Para pengguna informasi tersebut memiliki persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda sehingga memerlukan suatu prinsip yang memandu ke arah pemahaman yang sama atas laporan keuangan yang dibaca. Prinsip itu dalam akuntansi disebut dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Lalu apa hubungannya dengan standar akuntansi? Prinsip akuntansi terdiri dari berbagai level dan bentuk. Standar akuntansi merupakan salah satu bentuk prinsip akuntansi yang level otoritasnya paling tinggi. Artinya bersifat paling mengikat bagi praktik-praktik akuntansi. Selain standar akuntansi, ada prinsip akuntansi yang sifatnya lebih umum dan fleksibel dibanding standar yaitu kerangka konseptual akuntansi dan ada pula prinsip-prinsip akuntansi yang levelnya di bawah standar akuntansi seperti interpretasi standar, buletin, atau pedoman akuntansi. Inilah kutipan definisi formal standar akuntansi pemerintahan:
Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Standar akuntansi berperan strategis dalam praktik akuntansi, termasuk di sektor pemerintahan. Standar akuntansi berfungsi menciptakan keseragaman laporan keuangan. Selain itu, standar juga berfungsi mempermudah para penyusun laporan keuangan, auditor dan pembaca laporan keuangan untuk memahami dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda-beda. Bagi sektor pemerintahan, standar akuntansi menjadi kerangka berjalannya siklus pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran, pelaporan, pemeriksaan, sampai dengan pertanggungjawaban publik. Penting sekali, bukan?

Dasar Regulasi Standar Akuntansi

Pada sektor pemerintahan, segala hal yang sifatnya mengatur harus ada regulasi yang memayunginya. Akuntansi pemerintahan sifatnya mengatur praktik akuntansi di seluruh instansi pemerintah sehingga juga perlu teregulasi secara pasti, termasuk standar akuntansinya. Oleh karenanya akuntansi di pemerintahan sering disebut regulated accounting. Apakah ada dasar hukum yang memayungi perlunya standar akuntansi pemerintahan di Indonesia? Ya, tentu saja ada. Perlunya standar akuntansi pemerintahan bahkan diamanatkan pada level peraturan yang cukup tinggi yaitu Undang-Undang (UU). UU pertama yang menyebut perlunya standar tersebut adalah UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, tepatnya dalam pasal 32 ayat (1). Pasal tersebut mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Lalu UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dalam pasal 51 ayat (3), pasal 55 ayat (4), dan pasal 56 ayat (4) juga menyiratkan perlunya standar akuntansi pemerintahan. Selanjutnya pasal 184 ayat (3) UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengamanatkan hal yang sama. Dengan demikian, standar akuntansi merupakan sesuatu yang wajib ada untuk mendukung penyelenggaraan akuntansi, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Ditinjau dari sisi pemeriksaan, UU No.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan juga UU No.17/2003 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD diperiksa oleh BPK. Sebagaimana praktik terbaik (best practices) yang lazim dilakukan dalam audit, untuk dapat memberikan opini, BPK sebagai auditor eksternal memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang berlaku umum. Dengan demikian, landasan hukum untuk mengembangkan standar akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat kuat.

Otoritas Penyusun Standar Akuntansi

Karena sifatnya regulated, eksistensi standar akuntansi pemerintahan di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Format regulasi tersebut sesuai dengan bentuk yang diatur dalam pasal 32 ayat (2) UU No.17/2003. Dengan demikian, Presiden RI selaku kepala pemerintahan adalah pihak yang berwenang menetapkan standar akuntansi pemerintahan di Indonesia. Lalu dari mana Presiden memperoleh bahan untuk ditetapkan? Menurut pasal 32 ayat (2) UU No.17/2003 dan pasal 57 UU No.1/2004, terdapat komite yang menyusun konsep standar tersebut. Komite tersebut dikenal dengan sebutan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Ia dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri dari Komite Konsultatif, Komite Kerja, Kelompok Kerja dan Sekretariat. KSAP bertugas menyusun konsep rancangan PP tentang standar akuntansi pemerintahan sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Secara organisasi, komite tersebut bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Anda bisa memperoleh gambaran lebih lengkap tentang profil dan tugasnya di website KSAP.

Standar Akuntansi yang Dihasilkan

KSAP berhasil menyelesaikan dua standar akuntansi pemerintahan yang telah ditetapkan menjadi PP tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (biasa disingkat SAP), yaitu:

1. PP No.24/2005

PP No.24/2005 ditetapkan di era pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berlaku sampai dengan tahun 2010. PP ini menganut basis akuntansi kas menuju akrual (cash toward accrual) dan berisi tiga belas lampiran dengan rincian sebagai berikut.
  • Lampiran I: Pengantar SAP
  • Lampiran II: Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
  • Lampiran III: PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan
  • Lampiran IV: PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran
  • Lampiran V: PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas
  • Lampiran VI: PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan
  • Lampiran VII: PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan
  • Lampiran VIII: PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi
  • Lampiran IX: PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
  • Lampiran X: PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
  • Lampiran XI: PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban
  • Lampiran XII: PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
  • Lampiran XIII: PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian

2. PP No.71/2010

PP No.71/2010 ditetapkan di era kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan masih berlaku sampai dengan saat ini. PP ini menganut basis akuntansi akrual dan berisi tiga lampiran yaitu:
Lampiran I, berisi SAP berbasis akrual sebagai berikut.
  • Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
  • PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan
  • PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas
  • PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas
  • PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan
  • PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan
  • PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi
  • PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap
  • PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
  • PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban
  • PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan
  • PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
  • PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional
Lampiran II, berisi SAP berbasis kas menuju akrual berupa Kerangka Konseptual Akuntansi dan 11 PSAP yang semula menjadi lampiran PP No.24/2005.
Lampiran III, berisi penjelasan mengenai proses penyusunan SAP berbasis akrual.

Perbedaan mendasar antara kedua PP tentang SAP tersebut adalah:
  • Perbedaan dalam hal jenis laporan keuangan. Pada PP 71 dikenalkan Laporan Operasional (LO) yang diatur dalam sebuah PSAP tersendiri dan bersifat wajib. LO berfungsi menggantikan Laporan Kinerja Keuangan pada PP 24 yang bersifat opsional. Laporan Perubahan Ekuitas yang sifatnya opsional pada PP 24 juga menjadi wajib pada PP 71. Selain itu ada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) yang tidak ada pada PP 24.
  • Perbedaan dalam hal waktu pencatatan transaksi akrual. Jurnal transaksi akrual pada PP 71 dilaksanakan secara real time, bukan sebagai penyesuaian saja pada akhir periode akuntansi.
Anda dapat mengunduh SAP terbaru melalui menu publikasi website KSAP di sini.

Strategi Penerapan Standar Akuntansi

Anda mungkin bertanya-tanya mengenai penyebab harus terbit dua buah PP untuk mengatur SAP. Kenapa ada standar akuntansi berbasis kas menuju akrual sebelum standar berbasis akrual? Ini merupakan pilihan para penyusun standar. Meski UU mengamanatkan penerapan akuntansi berbasis akrual namun para penyusun standar menyadari bahwa menerapkan basis akrual secara langsung tidaklah mudah mengingat beratnya mengubah kultur dari era panjang sebelumnya yang tidak berakuntansi menjadi berakuntansi. Maka sebagai transisi ditetapkanlah standar akuntansi basis kas menuju akrual melalui PP No.24/2005. Meski menganut basis kas menuju akrual, sebenarnya PP 24 telah membuka opsi penggunaan basis akrual penuh bagi instansi pemerintah yang telah siap melakukannya. PP 24 berakhir masa berlakunya pada tahun 2010 dengan ditetapkannya PP No.71/2010 yang berbasis akuntansi akrual.

Lantas kenapa pada PP 71 yang menganut basis akuntansi akrual itu masih membawa lampiran PP 24 ke dalamnya yang notabene berisi standar akuntansi berbasis kas menuju akrual? Lazim dalam praktik akuntansi, pada masa transisi penerapan atas perubahan standar dari yang lama ke yang baru terdapat opsi untuk menggunakan standar lama atau standar baru sampai periode waktu tertentu. Opsi tersebut muncul karena pertimbangan kemampuan organisasi yang berbeda-beda. Namun dalam konteks peraturan perundang-undangan, tidak lazim memberlakukan bersama-sama dua regulasi yang mengatur hal yang sama dengan isi pengaturan yang berbeda. Oleh karena itu PP 24 dinyatakan tidak berlaku pada tahun 2010 namun kontennya tetap dibawa (digendong) ke dalam PP 71 untuk memayungi pilihan basis akuntansi dalam masa transisi menuju basis akrual penuh.

Apabila Anda cek di Lampiran I PP 71, Anda akan menemukan kalimat “entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010”. Dengan kata lain, sampai dengan tahun anggaran 2014 instansi pemerintah masih boleh memakai basis kas menuju akrual. Dari kalimat itu dapat dikatakan pula bahwa pada tahun 2015 seluruh instansi pemerintah Indonesia memasuki babak baru dengan menerapkan standar akuntansi berbasis akrual penuh, sesuai batas waktu yang ditetapkan standar. Semoga praktik akuntansi pemerintahan menjadi semakin baik di masa yang akan datang.

Referensi:
  • Jan Hoesada (2016). Bunga Rampai Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat.
  • Website KSAP: www.ksap.org
Load comments

Comments