Memahami Tugas Asurans dan Konsultansi Audit Intern

asurans dan konsultansi
Dewasa ini fungsi audit intern dituntut untuk mencetak para auditor yang berkualifikasi dan berpengalaman dalam memahami aktivitas dan risiko organisasi. Jadi, manakala muncul risiko organisasi yang kompleks, auditor intern dapat diminta untuk turut serta membantu mengatasinya. Karena itu, dalam disiplin ilmu audit intern, tugas utama audit intern selain bersifat asurans juga ada yang bersifat konsultansi. Pengenalan konsep dua tugas pokok audit intern tersebut sesungguhnya memancing pertanyaan besar di benak banyak orang. Apa arti dan perbedaan keduanya? Apa tantangannya? Bagaimana keduanya bisa dijalankan beriringan secara baik?

Pengertian

Istilah asurans bisa ditelusuri dari berbagai definisi. Istilah ini berasal dari kata “assurance” yang dalam kamus Oxford artinya “a positive declaration intended to give confidence”, suatu pernyataan positif yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan. Meski belum dikenal di KBBI, istilah ini telah dipakai dalam Undang-Undang Akuntan Publik (UU Nomor 5 Tahun 2011) untuk mendefinisikan jasa asurans, yaitu jasa yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan nonkeuangan berdasarkan suatu kriteria. Lain lagi The Institute of Internal Auditors (IIA), yang mendefinisikan jasa asurans sebagai penilaian bukti secara objektif oleh auditor intern untuk memberikan kesimpulan/opini independen terkait suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Poin penting yang dapat disimpulkan dari berbagai definisi itu adalah bahwa kegiatan asurans oleh auditor intern menghasilkan pendapat/opini independen, diperoleh melalui proses objektif dan bertujuan menambah kepercayaan atau keyakinan para pihak yang memanfaatkannya.

Istilah konsultansi yang diterjemahkan dari kata “consulting” punya makna yang beda orientasinya dibanding kata asurans. Jika mengambil definisi kamus Oxford, consulting bisa diartikan “the business of giving expert advice to other professionals”, usaha memberikan saran ahli untuk profesional lainnya. Dalam KBBI, kata konsultansi juga belum dikenal. Yang dikenal adalah kata “konsultasi”, yaitu pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran, dan sebagainya) yang sebaik-baiknya. Namun kata konsultansi telah dipakai dalam pengertian audit intern versi bahasa Indonesia pada website IIA dan pengertian audit intern versi standar audit Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). Inti definisi konsultansi yang dibuat oleh kedua organisasi profesi audit intern itu ialah kegiatan pemberian saran.

Secara esensi, makna consulting, konsultansi, ataupun konsultasi adalah sejalan atau tidak bertentangan. Jadi tak usah diperdebatkan bila ada yang memakai istilah penugasan konsultansi atau konsultasi. Semuanya, dalam konteks kegiatan audit intern, memiliki orientasi yang sama yaitu memberikan saran ahli, bukan berupa opini. Saran ahli menyiratkan tuntutan kompetensi profesional yang tinggi bagi auditor dalam menilai suatu kondisi atau masalah. Hasil konsultansi sangat dinanti oleh pihak yang meminta konsultansi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Pembeda

Dalam praktik nyata audit intern, tak ada batas hitam putih yang memisahkan tugas asurans dan konsultansi. Apalagi hanya dari sisi nama, tidak bisa! Reding et.al (2013) mengungkapkan bahwa mungkin saja keduanya blended dalam satu penugasan. Suatu kegiatan reviu atau evaluasi oleh auditor intern bisa saja di dalamnya mengandung unsur asurans dan konsultansi. Maka apabila jelas bagian mana yang masuk asurans dan bagian mana yang masuk konsultansi, pelaporan keduanya diharapkan terpisah. Sebagai rambu-rambu untuk membedakan asurans dan konsultansi, minimal ada empat parameter yang dapat dipakai. 

Parameter pertama adalah fokus tujuan penugasan. Pada penugasan asurans, fokus utamanya adalah memberikan pendapat atau penilaian independen terhadap suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Saat memberikan asurans, auditor bisa saja memberikan saran karena adanya kelemahan material yang ditemukan pada auditi tapi itu bukan jadi tujuan utama. Sementara itu, fokus tujuan penugasan konsultansi adalah memberikan saran, pelatihan dan/atau fasilitasi terhadap suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Dalam konsultansi, auditor tidak dituntut untuk memberikan suatu pendapat atau penilaian independen. 

Parameter kedua adalah penentu lingkup dan sifat penugasan. Untuk penugasan asurans, sifat dan lingkup penugasan sepenuhnya ditentukan oleh auditor intern. Adapun penugasan konsultansi umumnya ditentukan melalui kesepakatan antara pihak yang diberi konsultansi dengan auditor, meski pada kondisi tertentu auditor dapat memutuskan sendiri untuk melakukannya. 

Parameter ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat atau berkepentingan dengan penugasan. Untuk penugasan asurans, ada tiga pihak yang terlibat yaitu auditi selaku pihak yang diaudit, auditor intern selaku pihak yang mengaudit dan pihak ketiga yang memanfaatkan hasil kegiatan asurans, bisa manajemen puncak atau lembaga pengawas (di swasta ada komite audit dan dewan komisaris). Sedangkan dalam penugasan konsultansi, yang terlibat hanya dua pihak yaitu manajemen selaku klien/peminta/penerima saran dan auditor intern selaku pemberi saran.

Parameter keempat adalah format komunikasi hasilnya. Seluruh penugasan asurans bertujuan akhir mengungkapkan opini/pendapat sehingga format komunikasinya relatif baku. Sedangkan penugasan konsultansi mengomunikasikan hasil tugas sesuai dengan tujuan dan lingkup yang disepakati. Hal ini menyebabkan bervariasinya format komunikasi untuk tiap penugasan konsultansi. Ada yang komunikasinya formal, ada pula yang informal, tergantung mana yang paling efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan.

Apakah penting membedakan asurans dan konsultansi? Sangat penting! Khususnya bagi auditor intern. Sebab, perbedaan keduanya akan menentukan strategi dan langkah kerja audit intern. Dalam best practices audit intern, pembedaan keduanya juga sangat menentukan standar audit intern mana yang harus diikuti oleh auditor.

Dilema

Meski pengkategorian tugas menjadi asurans dan konsultansi telah diterima secara luas namun penyatuan keduanya dalam satu wadah kegiatan audit intern sebenarnya menimbulkan dilema tersendiri. Bagaimana tidak? Asurans memerlukan independensi dan objektivitas yang tinggi sehingga dalam praktiknya auditor perlu “membatasi hubungan” dengan pihak yang diaudit. Beda lagi dengan konsultansi. Ia memerlukan “hubungan dekat” antara auditor dengan pihak yang diberi konsultansi. Hubungan itu diperlukan agar rumusan solusi atau rekomendasi auditor tepat sasaran, dapat diterima dan diterapkan dengan baik oleh pihak yang diberi konsultansi. Tampak berlawanan, bukan? Auditor intern seperti bermuka dua, kadang membatasi hubungan, kadang mengintensifkan hubungan, tergantung saat itu ia bertugas apa.

Tantangan

Tantangan bagi auditor intern adalah memerankan tugas asurans dan konsultansi secara berimbang. Terlalu berlebihan menjalankan tugas konsultansi berisiko mengurangi independensi dan objektivitas auditor intern. Padahal itu menjadi standar dan etika profesi yang mesti dijunjung tinggi (baca: standar audit intern dan kode etik auditor intern). Namun mengabaikan tugas konsultansi juga tidak baik. Auditor intern memiliki keahlian dan pengalaman yang lebih dalam memetakan risiko dan menilai pengendalian organisasi. Karena itu perannya sangat dibutuhkan dalam pengembangan atau perbaikan proses bisnis organisasi.

Risiko independensi dan objektivitas sering mengemuka karena pelaksanaan asurans dan konsultansi berpotensi menimbulkan kejadian mengaudit diri sendiri (self-audit) bagi auditor. Maksudnya, bisa saja terjadi auditor mengaudit bidang yang sebelumnya ia terlibat konsultansi di dalamnya. Independensi dan objektivitasnya bisa diragukan, bukan? Apalagi Jika auditor itu turut menyetujui atau mengambil keputusan. Masalahnya benar-benar nyata! Solusi yang paling mungkin adalah menghindarinya dengan cara menugaskan auditor yang berbeda, bisa berasal dari dalam unit audit intern sendiri atau meminta bantuan pihak luar. Jika terpaksa cara ini tak bisa dilakukan, auditor bersangkutan harus membuat pernyataan terbuka dan selanjutnya supervisi terhadapnya perlu diperkuat untuk menjaga objektivitas.

Simpul

Tugas auditor intern hakikatnya adalah melindungi organisasi. Pernyataan tersebut 100% benar. Namun itu tidak berarti auditor intern mengambil peran utama manajemen, dan juga tidak harus mengikuti apa saja yang diinginkan manajemen. Peran konsultansi dapat membantu manajemen membangun pengendalian yang efektif bagi organisasi. Karena itu saran dan rekomendasi auditor perlu menjadi pertimbangan manajemen. Tapi dengan mengikuti saran atau rekomendasi auditor tidak berarti tanggung jawab manajemen berpindah ke auditor. Konsekuensi pengambilan keputusan apapun yang dipilih manajemen tetap menjadi tanggung jawab manajemen itu sendiri. Konsepsi demikian perlu benar-benar dijaga. Itu jika Anda menginginkan auditor intern pada organisasi Anda tetap berdiri tegak sebagai tameng organisasi. Jika tidak, peran asurans akan mati suri. Auditor intern hanya akan menjadi “tukang stempel” keputusan manajemen.

Peran konsultansi adalah untuk mengeksplorasi manfaat (benefit) yang lebih besar, namun peran asurans tetap diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kerugian (loss) atau kecurangan (fraud). Bukankah keduanya sama-sama diperlukan? Sekali lagi, seninya bagi organisasi adalah menyelaraskan dan menjaga keseimbangan keduanya.

Referensi:
  • Kamus Oxford: http://www.oxforddictionaries.com
  • Reding, K. F., Sobel, P. J., Anderson, U. L., Head, M. J., Ramamoorti, S., Salamasick, M., & Riddle, C. (2013). Internal Auditing: Assurance & Advisory Services (3 ed.). The IIARF.
  • UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Load comments

Comments