Reviu Perencanaan Kebutuhan BMN oleh APIP

reviu rkbmn

Perencanaan Kebutuhan BMN

Salah satu tahapan pengelolaan aset negara yang penting adalah tahapan perencanaan kebutuhan aset. PP 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyatakan bahwa perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN/D untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Dapat diartikan bahwa rencana kebutuhan diformulasikan dari barang-barang apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dikurangi dengan barang-barang apa saja yang telah tersedia dan siap digunakan. Bagi instansi pemerintah, perencanaan kebutuhan aset tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan ketersedian anggaran yang dialokasikan kepada instansi tersebut. Pengusulan alokasi anggaran kebutuhan aset tersebut salah satunya didasarkan pada pertimbangan adanya perbedaan (gap) antara kebutuhan dan ketersediaan aset.

Pedoman perencanaan kebutuhan bagi instansi pemerintah pusat telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara. Peraturan tersebut menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.06/2011. Isinya adalah pedoman perencanaan pengadaan dan pemeliharaan BMN yang hasilnya dituangkan  dalam sebuah dokumen perencanaan BMN dalam periode satu tahun yang disebut Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN).

Pada tiap kementerian/lembaga, RKBMN disusun dan disampaikan secara berjenjang mulai dari Kuasa Pengguna Barang sampai ke Pengguna Barang. Sebelum dihimpun menjadi satu kesatuan RKBMN, seluruh usulan RKBMN yang disampaikan Kuasa Pengguna Barang terlebih dahulu diteliti oleh Pengguna Barang dengan melibatkan aparat pengawasan intern pemerintahan (APIP). Hal tersebut diatur dalam pasal 14 PMK Nomor 150/PMK.06/2014. APIP diharapkan melakukan reviu terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan perencanaan kebutuhan BMN. Selanjutnya, setelah ditetapkan oleh Pengguna Barang, RKBMN disampaikan ke Pengelola Barang (Kementerian Keuangan) untuk ditelaah dalam forum penelaahan. Hasil penelaahan itulah yang akan dijadikan dasar pengusulan penyediaan anggaran kementerian/lembaga. Pengguna Barang yang tidak memenuhi kewajiban menyampaikan RKBMN tidak dapat mengusulkan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan penyediaan anggaran angka dasar (baseline) dalam rangka rencana pengadaan dan/atau rencana pemeliharaan BMN dalam rencana kerja kementerian/lembaga bersangkutan.

Mekanisme Reviu RKBMN

Teknis pelaksanaan reviu RKBMN oleh APIP diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 134/KM.06/2015 tentang Modul Tata Cara Reviu Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian/Lembaga. Keputusan tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan. Menurut keputusan tersebut, modul reviu RKBMN akan efektif digunakan untuk perencanaan kebutuhan BMN tahun 2017.

Reviu RKBMN adalah penelaahan atas penyusunan dokumen rencana kebutuhan BMN yang bersifat tahunan berupa RKBMN oleh auditor APIP kementerian/lembaga yang kompeten, memberi keyakinan terbatas (limited assurance) bahwa RKBMN telah disusun sesuai dengan ketentuan perencanaan kebutuhan BMN. Ada dua tujuan pokok dari reviu RKBMN, yaitu: (1) untuk memberi keyakinan terbatas mengenai kesesuaian RKBMN dengan ketentuan penyusunan RKBMN yang berlaku; (2) Menteri/Pimpinan Lembaga memperoleh keyakinan terbatas mengenai kesesuaian RKBMN dengan ketentuan penyusunan RKBMN yang berlaku. APIP kementerian/lembaga tidak mengambil alih tanggung jawab Pengguna Barang terhadap kebijakan yang ditetapkan dalam proses penyusunan dan kebenaran angka RKBMN yang diusulkan karena hal tersebut adalah tetap menjadi tanggung jawab Pengguna Barang sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) PMK Nomor 150/PMK.06/2014. Ruang lingkup reviu adalah rencana kebutuhan BMN sesuai dengan yang diatur dalam PMK Nomor 150/PMK.06/2014.

Reviu RKBMN dilaksanakan setelah proses penyusunan RKBMN oleh Pengguna Barang atau sebelum disampaikan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang. Pelaksanaan reviu tidak mencakup pengujian atas pengendalian intern, penetapan risiko pengendalian, dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan, atau konfirmasi dan prosedur tertentu yang dilaksanakan dalam suatu audit.

Reviu RKBMN dilaksanakan oleh auditor yang kompeten dan auditor harus objektif dalam melaksanakan kegiatan reviu RKBMN. Prinsip objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan reviu dengan jujur dan tidak mengkompromikan kualitas RKBMN yang direviu. Auditor harus membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan. Kompetensi tim reviu RKBMN yang akan ditugaskan perlu dipertimbangkan dengan baik untuk mendukung dan menjamin efektivitas reviu atas RKBMN.

Menurut KMK Nomor 134/KM.06/2015, tahapan reviu RKBMN terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil reviu. Dalam tahap perencanaan reviu, APIP melakukan koordinasi dengan Pengguna Barang untuk mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penyusunan RKBMN dan menginformasikan data-data yang diperlukan untuk kebutuhan reviu. Selanjutnya APIP menyusun tim reviu dengan mempertimbangkan pemenuhan persyaratan kompetensi teknis secara kolektif. Setelah itu dilakukan pembekalan tim reviu dan penyusunan program kerja reviu. Dalam tahap pelaksanaan reviu RKBMN, tim reviu melakukan kegiatan penelaahan dokumen perencanaan kebutuhan BMN dan menyusun kertas kerja reviu. Tim reviu RKBMN wajib mendokumentasikan seluruh kertas kerja reviu dan dokumen RKBMN beserta dokumen pendukung lainnya dengan baik dan aman. Dalam tahap pelaporan hasil reviu RKBMN, tim reviu mengawalinya dengan kegiatan penyusunan Catatan Hasil Reviu (CHR). Berdasarkan CHR, tim reviu menyusun Laporan Hasil Reviu (LHR). LHR tersebut pada intinya mengungkapkan tujuan, ruang lingkup, prosedur reviu yang dilakukan, kesalahan atau kelemahan yang ditemui, langkah perbaikan dan rekomendasi yang disepakati. Laporan hasil reviu disampaikan oleh pimpinan APIP kepada Pengguna Barang dengan tembusan Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris.

Pandangan atas Konsep Reviu RKBMN

Munculnya konsep reviu terhadap perencanaan BMN menunjukkan bahwa pengawasan berperan penting di dalam proses manajemen. Bahkan pengawasan itu telah mulai berperan pada saat tahapan perencanaan dilakukan. Dalam hal ini, reviu RKBMN diharapkan dapat mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, atau kesalahan dalam perencanaan BMN. Di sisi lain, munculnya konsep tersebut juga menunjukkan adanya kelemahan di dalam proses pengawasan melekat yang dilakukan oleh internal manajemen instansi pemerintah, yang ditandai dengan adanya ketidakyakinan terhadap dokumen perencanaan BMN yang disiapkan oleh pihak manajemen sendiri. Atau dengan kata lain, sistem pengendalian intern perencanaan BMN masih lemah. Penambahan proses perencanaan BMN dengan reviu APIP mungkin akan berdampak positif bagi penguatan aspek kontrol (pengendalian). Namun demikian, sisi efisiensi dan efektvitasnya masih perlu diteliti lebih lanjut mengingat pelaksanaan reviu RKBMN akan menambah proses birokrasi perencanaan kebutuhan BMN menjadi lebih panjang lagi.

Di dalam modul reviu sesuai KMK Nomor 134/KM.06/2015 disebutkan bahwa reviu RKBMN bersifat memberi keyakinan terbatas (limited assurance). Hal ini memberikan peringatan kepada semua pihak bahwa tingkat keyakinan hasil reviu yang dilakukan oleh APIP masih di bawah tingkat keyakinan yang diperoleh melalui audit. Artinya, reviu RKBMN tersebut tidak dapat memastikan kebenaran material isi RKBMN karena prosesnya hanya dilakukan berdasarkan dokumen yang diterima dari manajemen dan tidak diikuti dengan teknik-teknik pendalaman sebagaimana dilakukan dalam penugasan audit. Oleh karena itu manajemen tidak boleh hanya bergantung kepada hasil reviu APIP dalam menjaga kualitas RKBMN yang dikompilasi dari seluruh Kuasa Pengguna Barang.

Keikutsertaan APIP sejak proses perencanaan BMN merupakan bentuk kemajuan dalam peran APIP. Melalui model ini diharapkan APIP mampu memberikan peringatan dini jika terdapat risiko-risiko yang teridentifikasi sejak proses perencanaan BMN. Namun demikian, seringkali terjadi salah persepsi oleh pihak manajemen, yaitu menganggap bahwa reviu APIP sebagai bentuk persetujuan APIP atas hal-hal yang direviu, dalam hal ini RKBMN. Dengan persepsi seperti itu manajemen cenderung untuk memanfaatkan APIP sebagai tameng atas kelemahan yang seharusnya menjadi tanggung jawab manajemen sendiri. Potensi salah persepsi tersebut semakin besar bila manajemen menerjemahkan redaksi dalam PMK Nomor 150/PMK.06/2014 pasal 14 ayat (4) dan pasal 16 secara tidak tepat. Pasal 14 ayat (4) menyatakan bahwa Pengguna Barang mengikutsertakan APIP untuk melakukan reviu terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan BMN dan pasal 16 yang menyatakan bahwa Laporan Hasil Reviu APIP menjadi salah satu kelengkapan dokumen RKBMN. Apabila kedua pasal tersebut dimaknai bahwa APIP dalam proses reviu turut serta dalam proses pengambilan keputusan bersama manajemen maka APIP telah mengambil alih fungsi manajemen. Hal tersebut bertentangan dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang menyebutkan bahwa auditor harus menahan diri untuk mengambil alih fungsi dan tanggung jawab manajemen. Selain itu, keterlibatan APIP dalam pengambilan keputusan manajemen akan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan jika pada akhir periode APIP juga melakukan audit atas objek yang sama. Oleh karena itu, PMK Nomor 150/PMK.06/2014 telah mengantisipasi risiko ini dengan menyatakan bahwa APIP tidak mengambil alih tanggung jawab Pengguna Barang terhadap kebijakan yang ditetapkan dalam proses penyusunan dan kebenaran angka RKBMN yang diusulkan. Pemahaman tentang hal ini perlu ditanamkan kepada seluruh jajaran manajemen agar fungsi audit internal tetap berjalan efektif.

Dari sisi manajemen waktu, PMK Nomor 150/PMK.06/2014 dan KMK Nomor 134/KM.06/2015 tidak memberikan batasan waktu yang tegas tentang kapan rancangan RKBMN diselesaikan oleh manajemen untuk siap direviu oleh APIP. Dengan tidak adanya batasan yang tegas ini maka APIP akan mengalami kendala waktu dalam melaksanakan tugas reviunya. Bisa jadi APIP mereviu konsep yang sama sekali belum matang atau masih belum lengkap penyelesaiannya. Bisa juga APIP mereviu konsep RKBMN yang telah jadi namun dalam waktu yang sangat terbatas. Kondisi seperti ini dapat mengurangi kualitas hasil reviu yang dilakukan oleh APIP. Untuk mengatasi hal ini, masing-masing kementerian/lembaga dapat menetapkan mekanisme internal yang mengatur tahap demi tahap proses penyelesaian RKBMN secara pasti.

Penambahan tugas kepada APIP untuk melaksanakan reviu RKBMN menuntut adanya kesiapan sumber daya APIP baik dari sisi kecukupan jumlah auditor, kompetensi auditor, maupun kesiapan sumber daya pendukung lainnya. Perlu diketahui bahwa dengan berjalannya reformasi birokrasi sekarang ini, APIP mendapat tuntutan peran yang demikian besar. Tuntutan peran tersebut antara lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut: (1) pencegahan tindakan penyimpangan (fraud) melalui penguatan sistem pengendalian intern; (2) pendeteksian tindakan fraud melalui penugasan investigasi dan kerja sama dengan aparat penegak hukum; (3) pelaksanaan reviu RKA-KL dan reviu laporan keuangan kementerian/lembaga; (4) pelaksanaan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; (5) pemantauan kinerja dan penyerapan anggaran kementerian/lembaga; (6) pengawalan proses reformasi birokrasi kementerian/lembaga. Di samping tuntutan peran-peran tersebut, APIP juga menjalankan penugasan rutin dalam bentuk audit kinerja, audit ketaatan, konsultansi dan penugasan khusus dari pimpinan kementerian/lembaga. Beragamnya tuntutan peran APIP tersebut menimbulkan risiko tidak tersedianya sumber daya yang memadai dalam mendukung program reviu RKBMN. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang harus disiapkan oleh APIP untuk mendukung terlaksananya program reviu kebutuhan BMN, yaitu:
  • Menyiapkan tenaga auditor yang memiliki kompetensi teknis di bidang sistem perencanaan, penyusunan RKA-K/L, dan penyusunan RKBMN.
  • Mengalokasikan kegiatan reviu RKBMN dalam perencanaan pengawasan tahunan dan penanggarannya.
  • Mengembangkan prosedur kerja reviu RKBMN yang dapat diterapkan sesuai dengan jenis tugas dan fungsi instansi yang diawasi.
  • Melakukan koordinasi intensif dengan instansi terkait.
Load comments

Comments