Penilaian Maturitas Sistem Pengendalian Intern

Maturitas Sistem Pengendalian Intern
Mulai tahun 2016 Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) disibukkan lagi dengan pekerjaan baru yaitu menilai maturitas sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) pada instansinya masing-masing. Rupanya kesibukan ini muncul dipicu oleh target indikator kinerja bidang aparatur negara yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Indikator kinerja berupa "tingkat kematangan implementasi SPIP" ditargetkan mencapai level 3 dari skala 1-5 pada tahun 2019 (lihat RPJMN 2015-2019 Buku II). Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai instansi pembina penyelenggaraan SPIP telah menyiapkan pedomannya. Pedoman ini ditetapkan melalui Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturannya bisa diunduh di website BPKP, sayang lampirannya tak disertakan (sampai dengan tulisan ini dibuat), padahal pedoman ini sangat diperlukan oleh seluruh APIP dan berskala nasional. Mungkin BPKP ingin berinteraksi langsung dengan seluruh APIP untuk membagikan pedoman itu.

Konsepsi Umum

Apa arti maturitas sistem pengendalian intern? Secara sederhana istilah itu menunjukkan ukuran kualitas dari sistem pengendalian intern pada suatu organisasi. Semakin tinggi maturitasnya semakin baik pula kualitas sistem pengendalian intern organisasi itu. Maturitas sendiri berasal dari kata maturity yang terjemahannya adalah kematangan atau kedewasaan. Kata "kematangan" dalam bahasa Indonesia lebih sering dikaitkan dengan rasa buah. Makin baik kematangannya, maka suatu buah akan makin lezat rasanya. Sementara kata "kedewasaan" biasa dikaitkan dengan sikap manusia, makin dewasa ia maka makin baik pola pikir, sikap, dan perilakunya. Menariknya, ukuran matang dan dewasa tersebut tidak ada hubungan langsung dengan usia tapi benar-benar fokus pada aspek kualitas. Buah yang lebih tua belum tentu bagus kualitas kematangannya, bisa jadi ia busuk atau gagal berkembang. Demikian pula orang yang lebih tua belum tentu kualitas kedewasaannya lebih baik. Konsepsi tersebut juga diterapkan dalam konteks maturitas sistem pengendalian intern. Usia organisasi tidak menentukan baik buruknya maturitas sistem pengendalian intern organisasi tersebut. Untuk mencapai kualitas pengendalian intern yang baik, organisasi harus memenuhi parameter-parameter maturitas tertentu.

Kualitas sistem pengendalian intern apa ukurannya? Ukuran paling eksaknya adalah kemampuan sistem pengendalian intern dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi. Abstrak sekali ya? Agar lebih konkrit, proksinya bisa diukur dari dua hal. Pertama adalah dari aspek desain pengendalian intern (control design) dan kedua adalah dari aspek penerapannya (control implementation). Aspek desain menyangkut masalah ada tidaknya dan baik tidaknya rancangan pengendalian intern suatu organisasi. Sedangkan aspek penerapan terkait erat dengan efektif tidaknya pelaksanaan rancangan pengendalian yang ada. Dengan demikian, organisasi yang maturitas sistem pengendaliannya baik akan memiliki rancangan pengendalian yang tepat dan melaksanakan rancangan itu secara efektif dalam seluruh aktivitasnya. Maka kalimat yang lazim dikenal untuk menyatakan kualitas sistem pengendalian intern adalah:
Pengendalian telah dirancang secara memadai dan dilaksanakan secara efektif dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Bagaimana cara mengukur maturitas sistem pengendalian intern? Setiap pengukuran perlu satuan ukur, demikian pula dalam pengukuran maturitas sistem pengendalian intern. Satuan ukurnya adalah level maturitas. Level itu ditentukan misalnya dengan membuat skala dari level 0 sampai level 5. Level 0 menunjukkan tidak adanya pengendalian intern, sementara level 1 sampai level 5 menunjukkan adanya pengendalian intern dengan gradasi dari level yang lebih rendah ke level yang lebih tinggi berdasarkan parameter tertentu. Artinya, parameter pada level 2 adalah seluruh parameter level 1 ditambah parameter tertentu, parameter level 3 adalah parameter level 2 ditambah lagi parameter lainnya, dan demikian seterusnya. Organisasi yang memenuhi parameter level 5 berarti telah memenuhi seluruh parameter pada level-level di bawahnya. Selain sebagai alat ukur, pelevelan ini nantinya dapat menjadi sarana organisasi merancang rencana tindak (action plan) untuk melakukan perbaikan berkelanjutan menuju level yang lebih tinggi. Misalnya maturitas sistem pengendalian intern suatu organisasi telah berada pada level 3, maka selanjutnya ia dapat merancang rencana tindak peningkatan maturitas dengan mengacu pada parameter level 4 dan level 5.

Model pengukuran maturitas di atas sebenarnya bukan sesuatu yang mutlak. COSO sebagai organisasi yang terkenal menghasilkan kerangka kerja sistem pengendalian intern juga belum membakukan atau membuat pedomannya. Jika ingin melihat referensi pengembangan model maturitas, Anda bisa membaca IIA Practice Guide berjudul Selecting, Using, and Creating Maturity Models: A Tool for Assurance and Consulting Engagements dan bisa diperoleh di sini, tapi berbayar. IIA bahkan telah mengembangkan model maturitas tapi untuk audit intern sektor publik. Silakan lihat artikel Mengupas Konsep Internal Audit Capability Model.

Lantas bagaimana merancang parameter dan mempraktikkan pengukurannya? Parameter pengukuran maturitas sistem pengendalian intern dapat diturunkan dari tiap-tiap unsur atau komponennya. Jika memakai kerangka kerja sistem pengendalian intern COSO 2013, ada lima unsur yang perlu diturunkan parameternya yaitu:
  • Lingkungan pengendalian (control environment).
  • Penilaian risiko (risk assessment).
  • Kegiatan pengendalian (control activities).
  • Informasi dan komunikasi (information and communication).
  • Kegiatan pemantauan (monitoring activities).
Dibanding kerangka yang lama, kerangka COSO 2013 ini lebih memudahkan kita dalam membuat parameter penilaian atas kelima unsur pengendalian karena COSO telah merinci prinsip-prinsip (principles) dari tiap-tiap unsur dan titik-titik fokus (point of focus) dari tiap-tiap prinsip tersebut. Lebih jelasnya baca artikel Pengendalian Intern Ala COSO Terbaru. Selanjutnya rincian parameter tersebut diatributkan kepada level maturitas yang sesuai. Setelah ada parameter yang jelas pada masing-masing level maturitas, lalu dilakukan uji keberadaan dan penerapannya pada organisasi. Pengujian bisa dilakukan melalui survei, wawancara, observasi, uji dokumen atau cara-cara lainnya yang dapat menambah keyakinan dalam membuat kesimpulan. Cara apapun yang dipilih, prinsip yang dipegang adalah akurasi dan keandalan hasilnya.

Konsepsi Pedoman BPKP

Penjelasan di atas sifatnya umum. Bagaimana konsepsi penerapannya dalam pedoman BPKP? Berikut ini kutipan definisi maturitas penyelenggaraan SPIP dari pedoman tersebut.
Tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP merupakan kerangka kerja yang memuat karakteristik dasar yang menunjukkan tingkat kematangan penyelenggaraan SPIP yang terstruktur dan berkelanjutan.
Tingkat maturitas ini dapat digunakan paling tidak sebagai instrumen evaluatif penyelenggaraan SPIP dan panduan generik untuk meningkatkan maturitas sistem pengendalian intern.
Semakin jelas, bukan? Tingkat maturitas merupakan alat evaluasi sekaligus perbaikan berlanjutan atas sistem pengendalian intern. 

Selanjutnya pedoman BPKP merinci level maturitas SPIP menjadi enam tingkatan sebagai berikut:
Level Keterangan
Belum ada Sama sekali belum ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan pengendalian intern.
Rintisan Praktik pengendalian intern bersifat ad hoc dan tidak terorganisasi serta tanpa komunikasi dan pemantauan.
Berkembang Praktik pengendalian tidak terdokumentasi dengan baik dan belum ada evaluasi efektivitasnya.
Terdefinisi Praktik pengendalian telah terdokumentasi namun evaluasinya tanpa dokumentasi memadai.
Terkelola dan terukur Pengendalian intern diterapkan dengan efektif dan ada evaluasi formal yang terdokumentasi.
Optimum Pengendalian intern diterapkan dengan berkelanjutan, terintegrasi dalam pelaksanaan kegiatan dan didukung pemantauan otomatis.
Apakah APIP perlu membuat sendiri paramater maturitas pada tiap tingkatan tersebut? Tidak perlu! Pedoman BPKP telah menyediakan parameternya. Mengingat SPIP dilakukan dengan mengacu pada PP Nomor 60 Tahun 2008 maka pedoman BPKP merinci parameter maturitasnya berdasarkan 25 subunsur SPIP yang diatur dalam PP tersebut. Masing-masing subunsur mempunyai 5 parameter atau indikator maturitas sehingga terdapat 125 buah parameter maturitas SPIP yang disusun tergradasi dari terendah (belum ada) hingga tertinggi (optimum). Adapun penilaian maturitasnya dilakukan melalui:
  • Penilaian pendahuluan, yaitu dengan melakukan survei persepsi maturitas, validasi awal hasil survei dan perhitungan skor awal maturitas SPIP
  • Pengujian bukti maturitas, yaitu dengan mengumpulkan data rinci maturitas SPIP melalui teknik pengumpulan data lainnya seperti kuesioner lanjutan, wawancara, reviu dokumen, atau observasi. Pengumpulan bukti maturitas SPIP ini dilakukan untuk meyakinkan atau memvalidasi bahwa hasil survei persepsi maturitas telah mencerminkan kondisi tingkat maturitas SPIP yang sebenarnya.
APIP tidak perlu bingung dengan format-format pengujiannnya. Pedoman BPKP telah menyediakan format yang lengkap untuk melakukan berbagai teknik pengujian di atas. 

Hasil penilaian maturitas SPIP oleh APIP harus disampaikan kepada manajemen dalam bentuk laporan yang memuat:
  • area of improvement atas tiap fokus penilaian untuk meningkatkan level maturitas penerapan SPIP;
  • rekomendasi bagi manajemen untuk meningkatkan level maturitas penerapan SPIP, mulai dari satu level di atasnya hingga level optimum. 
Dengan demikian, penilaian maturitas tidak berhenti pada pemberian skor saja. Lebih dari itu, penilaian semestinya dapat memetakan strategi jitu peningkatan kualitas SPIP. Saya tertarik untuk mengutip salah satu poin harapan terhadap penilaian maturitas penyelenggaraan SPIP. Ini yang tertulis di pedoman BPKP!
Fokus pada substansi dan filosofi SPIP dan bukan sekedar fokus pada unsur/sub unsur SPIP
Saya sepakat sekali dengan harapan itu. Pengukuran maturitas itu hanyalah sebuah alat. Jangan terjebak pada pemenuhan format dan aspek formal saja. Yang lebih esensial adalah bagaimana substansi SPIP itu terimplementasi secara nyata. Semoga hal ini benar-benar terwujud.

Jika Anda penasaran dengan pedomannya, silakan unduh di sini. Validitasnya silakan dikonfirmasi langsung ke BPKP ya... Selamat bertugas bagi para APIP!

Referensi:
  • IIA (2013). Using, and Creating Maturity Models: A Tool for Assurance and Consulting Engagements.
  • Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.