Pemerintahan Desa dan Pengelolaan Keuangannya

pemerintahan desa
Semangat reformasi dan otonomi daerah turut meningkatkan pengakuan terhadap eksistensi desa. Dalam UU No.22/1999 dan penggantinya yaitu UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, desa diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asal-usul dan adat istiadat. Pengakuan keberadaan desa menjadi semakin kuat dengan ditetapkannya UU No.6/2014 tentang Desa. Melalui UU tersebut, pengaturan desa yang semula hanya menjadi bagian dari UU 32/2004 diganti menjadi pengaturan tersendiri yang lebih lengkap. Desa menurut UU No.6/2014 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian tersebut mengalami perluasan dari yang diatur dalam UU No.32/2004. Desa menurut UU No.32/2004 hanya berfungsi mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat kemudian diperluas fungsinya di dalam UU No.6/2014 berupa mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Dengan demikian desa secara resmi menjadi bagian struktur pemerintahan di Indonesia.

Posisi pemerintah desa adalah di bawah kecamatan dalam lingkup pemerintah kabupaten/kota. Namun demikian, desa memiliki keunikan karena posisinya di bawah kecamatan tersebut hanya terkait dengan struktur geografis, bukan terkait struktur koordinasi pemerintahan. Artinya, pola pemerintahan tetap dari kabupaten/kota ke desa, tidak melalui kecamatan. Dengan model demikian, pemerintah desa bertanggung jawab secara vertikal kepada pemerintah kabupaten/kota dalam hal ini kepada bupati/walikota.

Struktur Pemerintahan Desa

Struktur pemerintahan desa diatur dalam UU No.6/2014 berikut peraturan teknisnya yaitu PP No.43/2014 sebagaimana diubah dengan PP No.47/2015. Menurut peraturan-peraturan tersebut, pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa atau sebutan lainnya dan dibantu oleh perangkat desa atau sebutan lain. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakatnya dengan masa jabatan selama 6 tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Perangkat desa sebagai pembantu kepala desa terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis.

Secara teknis, perangkat desa diatur di dalam PP No.43/2014. Disebutkan bahwa sekretariat desa bertugas membantu kepala desa dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat tersebut dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh unsur staf sekretariat, paling banyak terdiri atas tiga bidang urusan. Perangkat desa lainnya, yaitu pelaksana kewilayahan mempunyai tugas membantu kepala desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah satuan tugas kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa. Sementara pelaksana teknis membantu kepala desa sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling banyak terdiri dari tiga seksi.

Untuk melengkapi pemerintah desa, UU No.6/2014 dan PP No.43/2014 mengatur adanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Fungsinya adalah membahas dan menyepakati peraturan-peraturan bersama kepala desa dan mengawasi kinerja kepala desa. Selain itu, BPD juga berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Sarana pertemuan antara BPD, pemerintah desa dan unsur masyarakat adalah melalui musyawarah desa.

Pengelolaan Keuangan Desa

Meningkatnya perhatian terhadap desa berdampak pada aspek keuangan desa. Di masa mendatang, desa akan mengelola keuangan dalam jumlah yang semakin besar karena memperoleh alokasi dana dari APBN/APBD dan sumber-sumber lainnya selain dana mandiri dari desa. Dengan sumber dana yang bervariasi dan jumlah dana yang besar maka akan menambah kompleksitas pertanggungjawaban keuangan desa. Kondisi demikian berimplikasi pada perlunya pembenahan sistem dan sumber daya manusia pemerintah desa, khususnya dalam pengelolaan keuangan desa.

Istilah keuangan desa mulai didefinisikan di dalam UU No.32/2004, UU No.6/2014 dan terakhir di dalam Permendagri No.113/2014. Permendagri No.113/2014 isinya mengatur asas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan keuangan desa, APBDesa, tahapan pengelolaan keuangan desa, serta pembinaan dan pengawasan. Menurut Permendagri, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Definisi ini sejalan dengan definisi keuangan negara dan keuangan daerah sehingga secara tersirat menunjukkan adanya tiga level pemerintahan di Indonesia yaitu pemerintahan pusat, daerah, dan desa. Definisi keuangan desa juga berimplikasi terhadap timbulnya pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa yang dikelola mulai dari tahapan perencanaan (penyusunan APBDesa), pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, sampai dengan pertanggungjawaban realisasi APBDesa.

Struktur pengelolaan keuangan desa terdiri dari kepala desa dan dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Menurut pasal 3 Permendagri No.113/2014, kepala desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan menjadi wakil pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. PTPKD berasal dari unsur perangkat desa, yaitu terdiri dari:
  • Sekretaris desa, bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa.
  • Kepala seksi, bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya.
  • Bendahara, bertugas menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

Proses Pengelolaan Keuangan Desa

Proses pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Permendagri No.113/2014 terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut.

Perencanaan

Tahapan perencanaan merupakan tahap yang berkaitan dengan APBDesa mulai dari penyusunan rancangan sampai dengan penetapannya. Rancangan APBDesa disusun oleh sekretaris desa berdasarkan RKPDesa. Rancangan APBDesa tersebut selanjutnya disampaikan kepada kepala desa. Kepala desa bersama dengan BMD melakukan pembahasan dan menyepakati Rancangan APBDesa. Menindaklanjuti kesepakatan bersama tersebut, kepala desa menyampaikan Rancangan APBDesa kepada bupati/walikota melalui camat untuk dievaluasi. Setelah melalui proses evaluasi dan perbaikan maka Rancangan APBDesa ditetapkan menjadi APBDesa melalui peraturan desa.

Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan keuangan desa, semua penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka pengaturannya ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Semua penerimaan dan pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.
Terkait dengan penerimaan, pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. Sementara terkait dengan pengeluaran, pelaksana kegiatan membuat rencana anggaran biaya dan mempertanggungjawabkan pengeluaran berdasarkan rencana tersebut dalam bentuk SPP, pernyataan tanggung jawab belanja dan lampiran bukti transaksi. Selanjutnya SPP diverifikasi oleh sekretaris desa dan jika disetujui maka bendahara melakukan pembayaran.

Penatausahaan

Bendahara melakukan penatausahaan dengan cara melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib dan wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban yang disampaikan setiap bulan kepada kepala desa. Pencatatan penerimaan dan pengeluaran menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku pembantu bank.

Pelaporan

Kepala desa berkewajiban menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada bupati/walikota secara semesteran. Laporan untuk semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan dan laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Pertanggungjawaban

Setiap akhir tahun anggaran, kepala desa berkewajiban menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa kepada bupati/walikota. Laporan itu terrdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban ditetapkan dengan peraturan desa dan dilampiri format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa tahun anggaran berkenaan, Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember tahun anggaran berkenaan dan laporan program pemerintah dan pemerintah daerah yang masuk desa. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Baca juga artikel tentang: Tinjauan Akuntansi Desa.

Demikian, tulisan tentang desa kali ini. Semoga bermanfaat!
Load comments

Comments